Jumat, 01 Juni 2012

SYARAT-SYARAT KONSELOR DI SEKOLAH


SYARAT-SYARAT KONSELOR DI SEKOLAH
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar belakang masalah
Bimbingandan konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik (klien) baik secara perorangan maupun secara kelompok agar bisa mandiri dan bisa berkembang secara optimal dalam bimbingan pribadi, sosial, belajar maupun karir melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung berdasarkan norma-norma yang berlaku. Menurut SK Mendikbud No. 025/ D/ 195.[1]
Dalam sebuah bimbingan dan konseling terdapat interaksi (hubungan) antara konselor dan klien, yang mana yang paling berperan penting untuk kesuksesan program bimbingan konseling adalah seorang konselor. Oleh sebab itu, memperhatikan kualitas adalah suatu kebutuhan bagi kepala sekolah agar tugas konselingnya berjalan dengan baik dan memuaskan.
Seorang konselor akan lebih baik jika memiliki semua syarat untuk menjadi seorang konselor, memiliki ciri-ciri yang diperlukan untuk menjadi seorang konselor yang berkualitas baik. Oleh karena itulah, makalah ini disusun untuk mengetahui secara lebih mendetail tentang syarat-syarat seorang konselor di sekolah, ciri kepribadian konselor, hubungan yang menumbuhkan menurut teori Carl Rogers, dan hubungan antara respon konselor dengan aspek pemikiran dan aspek perasaan.
1.2  Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah yang ingin diketahui adalah:
a.      Apa saja syarat-syarat pembimbing/ konselor di sekolah?
b.     Bagaimana hubungan yang saling menumbuhkan menurut Carl Rogers?
c.      Apa saja ciri kepribadian dari konselor?
d.     Bagaimana kaitan antara respon konselor dengan aspek pemikiran dan perasaan?

1.3  Tujuan
Dari rumusan masalah di atas, maka dapat diketahui tujuan yang ingin dicapai, diantaranya:
a.      Mengetahui syarat-syarat pembimbing/ konselor di sekolah
b.     Mengetahui hubungan yang saling menumbuhkan menurut Carl Rogers
c.      Mengetahui ciri kepribadian dari konselor
d.     Mengetahui kaitan antara respon konselor dengan aspek pemikiran dan perasaan 

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Syarat – syarat pembimbing (konselor) di sekolah
Dikutip dari Arifin dan Eti Kartikawati (1994/1995) menyatakan bahwa : petugas dan pembimbing di sekolah dipilih berdasarkan kualifikasi (1) kepribadian, (2) pendidikan, (3) pengalaman, dan (4) kemampuan.
 Berdasarkan kualifikasi tersebut dalam memilih dan mengangkat seorang konselor di sekolah harus memenuhi syarat syarat yang berkaitan dengan kepribadiannya, pendidikannya, pengalamannya, dan kemampuannya.
1.   Kepribadian Petugas Bimbingan
Dikutip dari Polmantier (1966) telah mengadakan survei dan studi mengenai sifat-sifat kepribadian konselor, diantarannya:
a.      Konselor adalah pribadi yang intelegen, memiliki kemampuan berfikir verbal dan kuantitatif, bernalar dan mampu memecahkan masalah secara logis.
b.     Konselor menunjukan minat kerja sama dengan orang lain, di samping seorang ilmuwan yang dapat memberikan pertimbangan dan menggunakan ilmu pengetahuan mengenai tingkah laku individual dan sosial.
c.      Konselor menampilkan kepribadian yang dapat menerima dirinya dan tidak akan menggunakan kliennya untuk kepuasan kebutuhan pribadinnya melebihi batas yang ditentukan oleh kode etik profesionalnya.
d.     Konselor memiliki nilai-nilai yang diakui kebenarannya sebab nila-nilai ini akan mempengaruhi perilakunnya dalam situasi konseling dan tingkah lakunnya secara umum.
e.      Konselor menunjukan sifat yang penuh toleransi terhadap masalah-masalah dan ia memiliki kemampuan untuk menghadapi hal-hal yang kurang menentu tersebut tanpa terganggu profesinnya dan aspek kahidupan pribadinnya.
f.      Konselor cukup luwes untuk memahami dan memperlakukan secara psokologis tanpa tekanan-tekanan sosial untuk memaksa klien menyesuaikan dirinya.
Jones menyebutkan 7 sifat yang harus dimiliki oleh seorang konselor, yaitu:
a.      Tingkah laku yang etis
b.     Kemampuan intelektual
c.      Keluwesan (flexibility)
d.     Sikap penerimaan (acceptance)
e.      Pemahaman (understanding)
f.      Peka terhadap rahasia pribadi
g.     Komunikasi
Situasi konseling menuntut reaksi yang kuat dari pihak konseli itu sendiri, yaitu konselor harus dapat bereaksi sesuai dengan perasaan dan pengalaman konseli. Bentuk reaksi ini sangat diperlukan oleh konseli karena dapat membantu konseli melihat perasaannya sendiri.
2.   Pendidikan
Seorang guru pembimbing atau konselor profesional selayaknya memiliki pendidikan profesi yaitu jurusan Bimbingan Konseling Strata Satu (S1), S2 maupun S3. Atau sekurang kurangnya pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan tentang bimbingan dan konseling.
Seorang guru pembimbing atau konselor nonprofesional yakni alumni fakultas keguruan atau tarbiyah dapat diangkat menjadi seorang konselor profesional, tetapi harus terlebih dahulu pendidikan tambahan (pendidikan profesi) dalam bidang bimbingan dan konseling.
Syarat pendidikan berkenaan dengan keilmuan yang dimiliki oleh guru pembimbing atau konselor. Konselor tidak saja harus memiliki ilmu bimbingan dan konseling, tetapi juga harus memiliki pengetahuan psikologi, bimbingan dan konseling ketrampilan komunikasi sosial dan konseling.
3.   Pengalaman
Seorang konselor harus memiliki pengalaman kerja minimal 3tahun mengajar, banyak membimbing berbagai kegiatan ekstrakulikuler dan banyak pengalaman dalam organisasi. Berbagai macam pengalaman yang dimiliki seorang konselor akan membantunya mendiagnosis dan mencari alternatif solusi terhadap klien.
4.   Kemampuan
Seorang pembimbing harus memiliki kemampuan (kompetensi). Menurut M.D. Dahlan (1987) dinyatakan bahwa konselor itu dituntut untuk memiliki berbagai ketrampilan melaksanakan konseling. Guru pembimbing atau konselor harus mampu mengetahui dan memahami secara mendalam sifat-sifat seseorang, daya kekuatan pada diri seseorang, merasakan kekuatan jiwa. Apakah yang mendorong seseorang berbuat dan mendiagnosis berbagai persoalan siswa, selanjutnya mengembangkan potensi individu secara positif. Dikutip darihttp://misk-in.blogspot.com

B.    Hubungan yang saling menumbuhkan menurut Carl Rogers
Carl Rogers terkenal sebagai seorang tokoh psikolog humanis, aliran fenomologis-eksistensial, psikolog klinis dan terapis, ide-ide dan konsep teorinya banyak didapatkan dalam pengalaman-pengalaman terapeutiknya. [2]
Humanistik, adalah teori yang yang memanusiakan manusia. Dalam teori humanistic lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia/ individu. Psikolog humanistic mencoba untuk melihat kehidupan manusia sebagaimana manusia melihat kehidupan mereka. Dalam teori Rogers, terdapatkonsep-konseppokok, diantaranya:
1.     Organism, yaitukeseluruhanindividu (the total individual)
 Organisme memiliki sifat-sifat berikut:

a.      Organisme beraksi sebagai keseluruhan terhadap medan phenomenal dengan maksud memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
b.     Organisme mempunyai satu motif dasar yaitu: mengaktualisasikan, mempertahankan dan mengembangkan diri.
c.      Organisme mungkin melambangkan pengalamannya, sehingga hal itu disadari, atau mungkin menolak pelambangan itu, sehingga pengalaman-pengalaman itu tak disadari, atau mungkin juga organisme itu tak memperdulikan pengalaman-pengalamannya.
d.     Organisme bertingkah laku dalam cara yang selaras (consistent) dengan self.Pengalaman-pengalaman yang tak selaras dengan stuktur self diamati sebagai ancaman
2.     Medan phenomenal, yaitu keseluruhan pengalaman (the totality of experience)
Medan phenomenal punya sifat disadari atau tak disadari, tergantung apakah pengalaman yang mendasari medan phenomenal itu dilambangkan atau tidak.
3.     Self, yaitu bagian medan phenomenal yang terdiferensiasikan dan terdiri dari pola-pola pengamatan dan penilaian sadar daripada “I” atau “me”.
Self mempunyai bermacam-macam sifat:
a.      Self berkembang dari interaksi organisme dengan lingkungan.
b.     Self mungkin menginteraksikan nilai-nilai orang lain dan mengamatinya dalam cara (bentuk) yang tidak wajar.
c.      Self mengejar (menginginkan) consistency (keutuhan/kesatuan, keselarasan).
d.     Self mungkin berubah sebagai hasil dari pematangan (maturation) dan belajar.
Teori Humanisme dari Carl Rogers itu jugamemandang bahwa perilaku manusia ditentukan oleh faktor internal dirinya dan bukan oleh kondisi lingkungan ataupun pengetahuannya. Seorang individu memiliki kemampuan dalam diri untuk bisa mengertidirinya sendiri, menentukan hidup dan menangani masalah-masalah psikisnya asalkan konselor menciptakan kondisi yang dapat mempermudah perkembangan individu untuk melakukan aktualisasi diri.Menurut teori tersebut, motivasi orang yang sehat adalah aktualisasi diri. Dan aktualisasi diri tersebut merupakan puncak dari perkembangan individu.

Aktualisasi diri adalah proses menjadi diri sendiri dan mengembangkan sifat-sifat dan potensi-potensi psikologis yang unik. Aktualisasi diri akan dibantu atau dihalangi oleh pengalaman khususnya pengalaman masa lalu. Aktualisasi diri akan berubah sejalan dengan perkembangan hidup seseorang. Ketika mencapai usia tertentu (adolensi) seseorang akan mengalami pergeseran aktualisasi diri dari fisiologis menuju psikologis. Menurut Rogers, masa lampau memang akan memepengaruhi cara bagaimana seseorang memandang masa sekarang yang akan berpengaruh juga terhadap kepribadian individu. Akan tetapi Rogers tetap berfokus pada apa yang terjadi saat ini, dan itu memang kelemahan dari teori Humanis. Karena pengalaman masa lalu biasanya juga penuh dengan pengalaman traumatik yang menyebabkan seseorang mengalami suatu penyakit psikologis.[3]
Rogers mendefinisikan hubungan dalam konseling sebagai: “Hubungan seseorang dengan orang lain yang datang dengan maksud  tertentu”. Hubungan ini bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan, perkembangan, kematangan, memperbaiki fungsi, dan memperbaiki kehidupan.
Konseling bertujuan untuk bisa memenuhi kebutuhan klien, dan bukan untuk memenuhi kebutuhan konselor, jadi seorang klien tersebut harus mempunyai tanggung jawab mengenai dirinya dan bisa membuat keputusan berdasarkan alternatif-alternatif yang diberikan konselor. Dan untuk mencapai tujuan tersebut, maka dalam sebuah konseling harus terjadi rapportantara klien dan konselor.
Rapport adalah suatu hubungan yang ditandai dengan keharmonisan, kesesuaian, kecocokan, dan saling tarik menarik. Dimulai dengan persetujuan, kesejajaran, kesukaan, dan persamaan. Dan jika sudah terjadi rapport maka klien telah membuang keengganannya dan mulai memasuki keterbukaan (disclosure), dan itu artinya klien sudah ada kepercayaan terhadap konselor.[4]
Hubungan yang saling menumbuhkan  menurut Carl Rogers disini adalah pentingnya penerimaan tanpa syarat, penghargaan dan hubungan yang nyaman antara konselor dan klien, hubungan dialogis yang memberdayakan klien untuk mencapai aktualisasi diri. Jadi intinya adalah seorang konselor tersebut membantu klien untuk melihat dirinya sendiri sebagai seorang yang mampu, bernilai dan bisa mengarahkan dirinya sendiri dan memberikan semangat kepada mereka untuk berbuat sesuai dengan persepsi dirinya tersebut.
Seorang klien datang kepada konselor dalam keadaan tidak selaras, yakni terdapat ketidak cocokan antara persepsi diri dan pengalaman dalam kenyataan. Pada mulanya, klien boleh jadi mengharapkan terapis akan menyediakan jawaban-jawaban dan pengarahan atau memandang terapis sebagai seorang ahli yang bisa menyediakan pemecahan-pemecahan ajaib. Hal-hal yang mendorong klien untuk menjalani terapi mungkin adalah perasaan tidak berdaya, tidak kuasa, dan tidak berkemampuan untuk membuat keputusan-keputusan untuk mengarahkan hidupnya sendiri.
The Selfseperti yang dijelaskan di atas, yang merupakan teori kepribadian dari Carl Rogers adalah sebuah construct(bentuk) yang menunjukan bagaimana setiap individu melihat dirinya sendiri. Self merupakan satu-satunya struktur kepribadian yang sebenarnya. Konsep self mencakup gambaran tentang siapa dirinya, siapa seharusnya dirinya, dan siapa kemungkinan dirinya. Kesadaran memiliki konsep diri (self) kemudian mengembangkan penerimaan positif. Dan ini menjadi dasar dari konsep aktualisasi diri yang harus dicapai oleh klien.[5]
Maslow juga tokoh yang penting dalam teori humanistik, akan tetapi dia bukan ahli terapi seperti Rogers. Seperti Rogers Maslow juga mengembangkan teori motivasi manusia yang terbagi menjadi tingkatan-tingkatan yang berakhir dengan sebuah aktualisasi diri. Dimana tingkatannya adalah phsycological needs, safety, social, esteem needs, intellectual needs, aesthetic needs, dan berakhir dengan self actialization. Sama dengan tujuan teori Rogers yaitu utuk pemenuhan pribadi dan mencapai potensi diri.[6]

C.    Ciri Kepribadian Konselor
Dikutip dari Carlekhuff, disebutkan sembilan (9) sifat kepribadian dalam diri konselor yang harus dimiliki, yaitu:
1.     Empati
Adalah kemampuan seseorang untuk merasakan secara tepat apa yang dirasakan dan dialami oleh orang lain dan mengkomunikasikan persepsinnya.orang yang memiliki tingkat empati tinggi akan menampakkan sifat bantuannya yang nyata dan berarti dalam hubungannya dengan orang lain, sementara mereka yang rendah tingkat empatinnya menunjukan sifat yang secara nyata dan berarti merusak hubungan antar pribadi.
2.     Respek
Respek menunjukan secara tidak langsung bahwa konselor menghargai martabat dan nilai konseli sebagai manusia. Hal ini mengandung arti juga bahwa konselor menerima kenyataan. Setiap konseli mempunyai hak untuk memilih sendiri, memiliki kebebasa, kemauan dan mampu  membuat keputusannya sendiri.
3.     Keaslian (Genuiness)
Keaslian merupakan kemampuan konselor menyatakan dirinnya sexcara bebas dan mendalam tanpa pura-pura, tidak bermain peran dan tidak mempertahankan diri. Konselor yang demikian selalu tampak keaslian pribadinnya, sehingga tidak ada pertentangan antara apa yang ia katakan dan apa yang ia lakukan. Tingkah lakunnya sederhana, lugu dan wajar.
4.     Kekonkretan (Concreteness)
Kekonkretan menyatakan ekspresi yang khusus mengenai perasaan dan pengalaman orang lain. Seorang konselor yang memiliki kekonkretan tinggi selalu memelihara hubungan yang khusus dan selalu mencari jawaban mengenai apa, mengapa, kapan, dimana dan bagaimana dari sesuatu yang ia hadapi. Konselor yang memiliki kekonkretan selalu memelihara keserasian dalam hubungan dengan orang lain dan mencegah konseli melarikan diri dari masalah yang dihadapinnya.
5.     Konfrontasi (Confrontation)
Konfrontasi terjadi jika terdapat kesenjangan antara apa yang diikatakan konseli dengan apa yang ia alami, atau antara yang ia katakan pada suatu saat dengan apa yang ia katakan sebelum itu. Variabel ini tidak dikontrol sepenuhnya oleh konselor, tetapi hal ini dapat dilaksanakan jika konselor merasakan cocok untuk dikonfrontasikan. Dalam situasi konseling umpannya terdapat banyak macam kemungkinan untuk dikonfrontasi.
6.     Membuka diri (disclosure)
Membuka diri adalah penampilan perasaan, sikap, pendapat, dan pengalaman-pengalaman pribadi konselor untuk kebaikan konseli. Konselor mengungkapkan diri sendiri dan membagikan dirinnya kepada konseli dengan mengungkapkan beberapa pengalaman yang berarti yang bersangkutan dengan masalah konseli.
7.     Kesanggupan (Potency)
Kesanggupan dinyatakan sebagai kharisma, sebagai suatu kekuatan yang dinamis dan magnetis dari kualitas pribadi konselor. Konselor yang memiliki sifat potensi ini selalu menampakan kekuatannya dalam penampilan pribadinya. Dia dengan jelas tampak menguasai dirinya dan dia mampu menyalurkan kompetensinnya dan rasa aman kepada konseli.
8.     Kesiapan (Immediacy)
Kesiapan adalah sesuatu yang berhubungan dengan perasaan diantara konseli dengan konselor pada waktu kini dan disini. Tingkat kesiapan yang tinggi terdapat pada diskusi analisis yang terbuka mengenai hubungan antar pribadi yang terjadi antara konselor dengan konseli dalam situasi konseling. Hal ini sangat penting karena variabel ini menyediakan kesempatan untuk menggerjakan berbagai masalah kesukaran konseli dalam proses hubungan sehingga konseli dapat mengeambil manfaat atau keuntungan melalui pengalaman ini. Konseli dapat belajar mengatur kembali hubungan antarpribadinya dan menemukan dirinya sendiri bahwa situasi konseling memungkinkan ia mengadakan konfrontasi, menunjukan dirinya sendiri, dan mengekspresikan perasaanya, baik yang positif maupun negatif kepada orang lain dengan cukup aman. Dalam hal ini konselor merasa terbuka dan dapat mendorong konseli untuk berani menghadapi dirinya dan menunjukan dirinya secara bebas. Inilah yang menyebabkan konselor cepat merasa puas.
9.     Aktualisasi diri (SelfActualization)
Dalam penelitian yang sudah lalu, terbukti bahwa aktulisasi diri memiliki korelasi (hubungan) yang tinggi terhadap keberhasilan konseling. Aktualisasi diri dapat dipakai oleh konseli sebagai model terutama bagi konseli yang meminta bantuan kepadannya. Aktualisasi diri secara tak langsung menunjukan bahwa orang dapat hidup dan memenuhi kebutuhan hidupnya secara langsung karena dia mempunyai kekuatan dalam dirinnya untuk mencapai tujuan hidupnya. Mereka dapat mengungkapkan dirinnya secara bebas dan terbuka. Konselor yang mampu mengaktualisasikan dirinnya memiliki kemampuan mengadakan hubungan sosial yang hangat, intim, dan secara umum mereka sangat efektif dalam hidupnya.
Dikutip dari Bailey, bahwa seorang konselor/ pembimbing harus memiliki ciri-ciri diantaranya:
a.      Memiliki sifat penting pendidik, yaitu ikhlas, adil, pengetahuan sosial, sehat jasmani dan rohani
b.     Pengenalan terhadap konseli dengan penuh pengertian dan kasih sayang
c.      Kestabilan emosi
d.     Kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang dan menarik perhatian
e.      Luas pengetahuan, bakat, dan pengenalan yang sehat dan penilaian yang tepat
Dari beberapa pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa seorang konselor mempunyai ciri-ciri yang terbagi menjadi ciri kepribadian dan ciri ciri sikap, yaitu:
1.     Ciri kepribadian:
ü  Kemampuan untuk bekerjasama dengan orang lain
ü  Ramah, bersemangat, dan percaya akan kemampuan untuk bertambah baik
ü  Kemampuan untuk menanamkan kepercayaan pada orang lain dan membuat hubungan baik
ü  Penyesuaian dan kematangan jiwa
ü  Mampu bertahan objektif dalam hubungan kemanusiaan
ü  Penilaian dan pengukuran yang betul
ü  Bersedia bekerja lebih daripada kewajiban
ü  Penilaian dan pengukuran yang benar
ü  Bersedia bekerja lebih daripada kewajiban
ü  Mengerti berbagai persoalan dan ingin mengatasinya
ü  Berkeinginan kuat untuk meningkat dalam pekerjaan
2.     Ciri sikap:
ü  Kecondongan yang sungguh untuk mengatasi kesulitan para remaja
ü  Kemampuan untuk mencapai kepuasan karena menolong orang mengatasi masalahnya
ü  Penghormatan yang betul kepada orang dan bebas dari kefanatikan (berpihak)
ü  Mengakui adanya perbedaan individual dan menerimanya, ingin memahami tingkah laku orang dan tidak menilainya
ü  Kemampuan untuk memahami diri dan menerimanya sehingga bebas dari keinginan untuk menimpakan perasaan kepada orang lain
ü  Mengakui segi-segi kelemahan pada pengetahuan/ metode yang digunakan atau keadaan pekerjaan dan menerima kelemahan tersebut
ü  Menerima klien untuk mendapatkan haknya untuk membuat keputusan bagi dirinya
ü  Memperhatikan masyarakat tempat ia hidup dengan segala aturan sosial ekonominya serta kesukarannya
Sikap objektif yang matang terhadap siswa dan guru, serta orang tua dan anggota masyarakat tempat ia hidup. Dikutip dari http://ict.unimed.ac.id/upbk/konseling

D.    Respon Konselor dan kaitannya dengan Aspek Pemikiran dan Aspek Perasaan
Sebuah konseling terdiri antara konselor dan klien. Di sub bab dua telah dikemukakan bahwa yang sangat berperan penting dalam sebuah konseling adalah seorang konselor. Seorang konselor harus mempunyai syarat-syarat dan ciri-ciri sebagai konselor yang berkualitas. Hal itu harus diusahakan untuk dipenuhi agar konseling tersebut bisa berhasil. Berdasarkan ciri-ciri dari seorang konselor yang telah disebutkan di sub bab ke tiga, yaitu seorang konselor harus memiliki rasa empati. Rasa empati itu adalah konselor bisa merasakan apa yang dirasakan oleh klien, memahami keadaan dirinya, serta masalah yang dihadapi oleh klien.[7]Dan keberhasilan empatiadalah jika klien dapat memahami empati konselor, sehingga dia percaya diri untuk mengembangkan diri dan memecahkan masalahnya tersebut.
Jadi intinya menjadi seorang konselor yang baik, yang harus membantu klien untuk menyelesaikan masalahnya sendiri harus bisa memilki rasa empati untuk bisa merasakan apa yang dirasakan klien, dan memiliki kemampuan berfikir yang baik, untuk bisa membantu klien dalam mencari dan mendapatkan penyelesaian yang baik pula.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
A.  Syarat – syarat pembimbing (konselor) di sekolah
Petugas dan pembimbing di sekolah dipilih berdasarkan kualifikasi:
(1) kepribadian
(2) pendidikan
(3) pengalaman
(4) kemampuan
B.  Hubungan yang saling menumbuhkan menurut Carl Rogers
Dalam hubungan dengan konseling, hubungan yang saling menumbuhkan  menurut Carl Rogers adalah pentingnya penerimaan tanpa syarat, penghargaan dan hubungan yang nyaman antara konselor dan klien, hubungan dialogis yang memberdayakan klien untuk mencapai aktualisasi diri. Jadi intinya adalah seorang konselor tersebut membantu klien untuk melihat dirinya sendiri sebagai seorang yang mampu, bernilai dan bisa mengarahkan dirinya sendiri dan memberikan semangat kepada mereka untuk berbuat sesuai dengan persepsi dirinya tersebut.
C.  Ciri – ciri Kepribadian Konselor
Carlekhuff menyebutkan sembilan (9) sifat kepribadian dalam diri konselor yang dapat menumbuhkan orang lain, yaitu:
1.     Empati
2.     Respek
3.     Keaslian (Genuiness)
4.     Kekonkretan (Concreteness)
5.     Konfrontasi (Confrontation)
6.     Membuka diri
7.     Kesanggupan (Potency)
8.     Kesiapan (Immediacy)
9.     Aktualisasi diri (Self Actualization)
D.  Respon konselor dan kaitannya dengan aspek pemikiran dan aspek perasaan
Menjadi seorang konselor yang baik, yang harus membantu klien untuk menyelesaikan masalahnya sendiri harus bisa memilki rasa empati untuk bisa merasakan apa yang dirasakan klien, dan memiliki kemampuan berfikir yang baik, untuk bisa membantu klien dalam mencari dan mendapatkan penyelesaian yang baik pula
DAFTAR PUSTAKA
Alwisol.2009. Psikologi Kepribadian.  Malang: UMM Press.
Helen, Grahan. 2005. Psikologi Humanistik. Yogyakarta : Pustaka belajar.
Ma’mur, Jamal. 2010. Panduan Efektif Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jogjakarta: Diva Press
Jarvis, Matt. 2010. Teori-teoriPsikoligis: Pendekatan Modern untuk Memahami Perilaku, Perasaan, dan Pikiran Manusia. Bandung : Nusa media.
Schulz, Duane. 1991. Psikologi Pertumbuhan: Model-Model Kepribadian Sehat. Yogjakarta: Kanisius.
Willis,Sofyan. 2007. Konseling Individual: Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta
http://misk-in.blogspot.com



[1] Hikmawati, Fenti. 2011. Bimbingan Konseling. Jakarta: Raja Grafindo Persada, hal: 53
[2] Schulz, duane. Psikologi pertumbuhan: model-model kepribadian sehat. Jogjakarta kanisius 1991, hal : 63-66
[3]Helen, Grahan. Psikologi humanistik. Pustaka belajar. Yogyakarta. 2005, hal : 91
[4]Sofyan willis, konseling individual, teori dan praktek. Bandung. Alfabeta 2007, hal : 46-47
[5]Alwisol, (2009). Psikologi Kepribadian. UMM Press: Malang, hal: 35
[6]Matt jarvis. Teori-teori psikoligis: pendekatan modersn untuk memahami perilaku, perasaan, dan pikiran manusia. Nusa media. Bndung. 2010, hal: 94-94
[7]Sofyan willis, konseling individual, teori dan praktek. Bandung. Alfabeta 2007, hal 47
[8]Ma’mur, Jamal. 2010. Panduan Efektif Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jogjakarta: Diva Press, hal 192

Tidak ada komentar: