SYARAT-SYARAT KONSELOR DI SEKOLAH
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang masalah
Bimbingandan konseling
adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik (klien) baik secara perorangan
maupun secara kelompok agar bisa mandiri dan bisa berkembang secara optimal
dalam bimbingan pribadi, sosial, belajar maupun karir melalui berbagai jenis
layanan dan kegiatan pendukung berdasarkan norma-norma yang berlaku. Menurut SK
Mendikbud No. 025/ D/ 195.[1]
Dalam sebuah bimbingan dan
konseling terdapat interaksi (hubungan) antara konselor dan klien, yang mana yang
paling berperan penting untuk kesuksesan program bimbingan konseling adalah
seorang konselor. Oleh sebab itu, memperhatikan kualitas adalah suatu kebutuhan
bagi kepala sekolah agar tugas konselingnya berjalan dengan baik dan memuaskan.
Seorang konselor akan lebih
baik jika memiliki semua syarat untuk menjadi seorang konselor, memiliki
ciri-ciri yang diperlukan untuk menjadi seorang konselor yang berkualitas baik.
Oleh karena itulah, makalah ini disusun untuk mengetahui secara lebih mendetail
tentang syarat-syarat seorang konselor di sekolah, ciri kepribadian konselor,
hubungan yang menumbuhkan menurut teori Carl Rogers, dan hubungan antara respon
konselor dengan aspek pemikiran dan aspek perasaan.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas maka
rumusan masalah yang ingin diketahui adalah:
a.
Apa saja
syarat-syarat pembimbing/ konselor di sekolah?
b.
Bagaimana
hubungan yang saling menumbuhkan menurut Carl Rogers?
c.
Apa saja ciri
kepribadian dari konselor?
d.
Bagaimana
kaitan antara respon konselor dengan aspek pemikiran dan perasaan?
1.3 Tujuan
Dari rumusan masalah di
atas, maka dapat diketahui tujuan yang ingin dicapai, diantaranya:
a.
Mengetahui
syarat-syarat pembimbing/ konselor di sekolah
b.
Mengetahui
hubungan yang saling menumbuhkan menurut Carl Rogers
c.
Mengetahui
ciri kepribadian dari konselor
d.
Mengetahui
kaitan antara respon konselor dengan aspek pemikiran dan perasaan
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Syarat
– syarat pembimbing (konselor) di sekolah
Dikutip
dari Arifin dan Eti Kartikawati (1994/1995) menyatakan bahwa : petugas dan
pembimbing di sekolah dipilih berdasarkan kualifikasi (1) kepribadian, (2)
pendidikan, (3) pengalaman, dan (4) kemampuan.
Berdasarkan kualifikasi tersebut dalam memilih
dan mengangkat seorang konselor di sekolah harus memenuhi syarat syarat yang
berkaitan dengan kepribadiannya, pendidikannya, pengalamannya, dan
kemampuannya.
1.
Kepribadian
Petugas Bimbingan
Dikutip dari Polmantier
(1966) telah mengadakan survei dan studi mengenai sifat-sifat kepribadian
konselor, diantarannya:
a.
Konselor
adalah pribadi yang intelegen, memiliki kemampuan berfikir verbal dan
kuantitatif, bernalar dan mampu memecahkan masalah secara logis.
b.
Konselor
menunjukan minat kerja sama dengan orang lain, di samping seorang ilmuwan yang
dapat memberikan pertimbangan dan menggunakan ilmu pengetahuan mengenai tingkah
laku individual dan sosial.
c.
Konselor
menampilkan kepribadian yang dapat menerima dirinya dan tidak akan menggunakan
kliennya untuk kepuasan kebutuhan pribadinnya melebihi batas yang ditentukan
oleh kode etik profesionalnya.
d.
Konselor
memiliki nilai-nilai yang diakui kebenarannya sebab nila-nilai ini akan
mempengaruhi perilakunnya dalam situasi konseling dan tingkah lakunnya secara
umum.
e.
Konselor
menunjukan sifat yang penuh toleransi terhadap masalah-masalah dan ia memiliki
kemampuan untuk menghadapi hal-hal yang kurang menentu tersebut tanpa terganggu
profesinnya dan aspek kahidupan pribadinnya.
f.
Konselor
cukup luwes untuk memahami dan memperlakukan secara psokologis tanpa
tekanan-tekanan sosial untuk memaksa klien menyesuaikan dirinya.
Jones menyebutkan 7 sifat yang harus dimiliki
oleh seorang konselor, yaitu:
a.
Tingkah laku
yang etis
b.
Kemampuan
intelektual
c.
Keluwesan (flexibility)
d.
Sikap
penerimaan (acceptance)
e.
Pemahaman (understanding)
f.
Peka terhadap
rahasia pribadi
g.
Komunikasi
Situasi konseling menuntut
reaksi yang kuat dari pihak konseli itu sendiri, yaitu konselor harus dapat
bereaksi sesuai dengan perasaan dan pengalaman konseli. Bentuk reaksi ini
sangat diperlukan oleh konseli karena dapat membantu konseli melihat perasaannya
sendiri.
2.
Pendidikan
Seorang guru pembimbing atau
konselor profesional selayaknya memiliki pendidikan profesi yaitu jurusan
Bimbingan Konseling Strata Satu (S1), S2 maupun S3. Atau sekurang kurangnya
pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan tentang bimbingan dan konseling.
Seorang guru pembimbing atau
konselor nonprofesional yakni alumni fakultas keguruan atau tarbiyah dapat
diangkat menjadi seorang konselor profesional, tetapi harus terlebih dahulu
pendidikan tambahan (pendidikan profesi) dalam bidang bimbingan dan konseling.
Syarat pendidikan berkenaan
dengan keilmuan yang dimiliki oleh guru pembimbing atau konselor. Konselor
tidak saja harus memiliki ilmu bimbingan dan konseling, tetapi juga harus
memiliki pengetahuan psikologi, bimbingan dan konseling ketrampilan komunikasi
sosial dan konseling.
3.
Pengalaman
Seorang konselor harus
memiliki pengalaman kerja minimal 3tahun mengajar, banyak membimbing berbagai
kegiatan ekstrakulikuler dan banyak pengalaman dalam organisasi. Berbagai macam
pengalaman yang dimiliki seorang konselor akan membantunya mendiagnosis dan
mencari alternatif solusi terhadap klien.
4.
Kemampuan
Seorang pembimbing harus
memiliki kemampuan (kompetensi). Menurut M.D. Dahlan (1987) dinyatakan bahwa
konselor itu dituntut untuk memiliki berbagai ketrampilan melaksanakan
konseling. Guru pembimbing atau konselor harus mampu mengetahui dan memahami
secara mendalam sifat-sifat seseorang, daya kekuatan pada diri seseorang,
merasakan kekuatan jiwa. Apakah yang mendorong seseorang berbuat dan
mendiagnosis berbagai persoalan siswa, selanjutnya mengembangkan potensi
individu secara positif. Dikutip darihttp://misk-in.blogspot.com
B.
Hubungan
yang saling menumbuhkan menurut Carl Rogers
Carl Rogers terkenal
sebagai seorang tokoh psikolog humanis, aliran fenomologis-eksistensial,
psikolog klinis dan terapis, ide-ide dan konsep teorinya banyak didapatkan
dalam pengalaman-pengalaman terapeutiknya. [2]
Humanistik,
adalah teori yang yang memanusiakan manusia. Dalam teori humanistic lebih melihat
pada sisi perkembangan kepribadian manusia/ individu. Psikolog humanistic mencoba
untuk melihat kehidupan manusia sebagaimana manusia melihat kehidupan mereka. Dalam
teori Rogers, terdapatkonsep-konseppokok, diantaranya:
1.
Organism, yaitukeseluruhanindividu (the total individual)
Organisme
memiliki sifat-sifat berikut:
a.
Organisme beraksi sebagai
keseluruhan terhadap medan phenomenal dengan maksud memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya.
b.
Organisme mempunyai satu
motif dasar yaitu: mengaktualisasikan, mempertahankan dan mengembangkan diri.
c.
Organisme mungkin
melambangkan pengalamannya, sehingga hal itu disadari, atau mungkin menolak
pelambangan itu, sehingga pengalaman-pengalaman itu tak disadari, atau mungkin
juga organisme itu tak memperdulikan pengalaman-pengalamannya.
d.
Organisme bertingkah laku
dalam cara yang selaras (consistent) dengan self.Pengalaman-pengalaman
yang tak selaras dengan stuktur self diamati sebagai ancaman
2.
Medan phenomenal, yaitu
keseluruhan pengalaman (the totality of experience)
Medan phenomenal punya sifat disadari atau tak disadari,
tergantung apakah pengalaman yang mendasari medan phenomenal itu dilambangkan
atau tidak.
3.
Self, yaitu bagian medan
phenomenal yang terdiferensiasikan dan terdiri dari pola-pola pengamatan dan
penilaian sadar daripada “I” atau “me”.
Self mempunyai bermacam-macam sifat:
a. Self berkembang dari
interaksi organisme dengan lingkungan.
b.
Self mungkin menginteraksikan
nilai-nilai orang lain dan mengamatinya dalam cara (bentuk) yang tidak wajar.
c.
Self mengejar (menginginkan) consistency
(keutuhan/kesatuan, keselarasan).
d.
Self mungkin berubah sebagai
hasil dari pematangan (maturation) dan belajar.
Teori Humanisme dari Carl Rogers itu jugamemandang bahwa perilaku manusia ditentukan
oleh faktor internal dirinya dan bukan oleh kondisi lingkungan ataupun
pengetahuannya. Seorang individu memiliki kemampuan dalam diri untuk bisa
mengertidirinya sendiri, menentukan hidup dan menangani masalah-masalah
psikisnya asalkan konselor menciptakan kondisi yang dapat mempermudah
perkembangan individu untuk melakukan aktualisasi diri.Menurut teori tersebut,
motivasi orang yang sehat adalah aktualisasi diri. Dan aktualisasi diri
tersebut merupakan puncak dari perkembangan individu.
Aktualisasi diri adalah
proses menjadi diri sendiri dan mengembangkan sifat-sifat dan potensi-potensi
psikologis yang unik. Aktualisasi diri akan dibantu atau dihalangi oleh
pengalaman khususnya pengalaman masa lalu. Aktualisasi diri akan berubah
sejalan dengan perkembangan hidup seseorang. Ketika mencapai usia tertentu (adolensi)
seseorang akan mengalami pergeseran aktualisasi diri dari fisiologis menuju
psikologis. Menurut Rogers, masa lampau memang akan memepengaruhi cara
bagaimana seseorang memandang masa sekarang yang akan berpengaruh juga terhadap
kepribadian individu. Akan tetapi Rogers tetap berfokus pada apa yang terjadi
saat ini, dan itu memang kelemahan dari teori Humanis. Karena pengalaman masa
lalu biasanya juga penuh dengan pengalaman traumatik yang menyebabkan seseorang
mengalami suatu penyakit psikologis.[3]
Rogers mendefinisikan
hubungan dalam konseling sebagai: “Hubungan seseorang dengan orang lain yang
datang dengan maksud tertentu”. Hubungan
ini bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan, perkembangan, kematangan,
memperbaiki fungsi, dan memperbaiki kehidupan.
Konseling bertujuan untuk
bisa memenuhi kebutuhan klien, dan bukan untuk memenuhi kebutuhan konselor,
jadi seorang klien tersebut harus mempunyai tanggung jawab mengenai dirinya dan
bisa membuat keputusan berdasarkan alternatif-alternatif yang diberikan
konselor. Dan untuk mencapai tujuan tersebut, maka dalam sebuah konseling harus
terjadi rapportantara klien dan konselor.
Rapport adalah suatu hubungan yang ditandai dengan keharmonisan, kesesuaian,
kecocokan, dan saling tarik menarik. Dimulai dengan persetujuan, kesejajaran,
kesukaan, dan persamaan. Dan jika sudah terjadi rapport maka klien telah
membuang keengganannya dan mulai memasuki keterbukaan (disclosure), dan
itu artinya klien sudah ada kepercayaan terhadap konselor.[4]
Hubungan yang saling
menumbuhkan menurut Carl Rogers disini adalah
pentingnya penerimaan tanpa syarat, penghargaan dan hubungan yang nyaman antara
konselor dan klien, hubungan dialogis yang memberdayakan klien untuk mencapai
aktualisasi diri. Jadi intinya adalah seorang konselor tersebut membantu klien
untuk melihat dirinya sendiri sebagai seorang yang mampu, bernilai dan bisa
mengarahkan dirinya sendiri dan memberikan semangat kepada mereka untuk berbuat
sesuai dengan persepsi dirinya tersebut.
Seorang klien datang kepada
konselor dalam keadaan tidak selaras, yakni terdapat ketidak cocokan antara
persepsi diri dan pengalaman dalam kenyataan. Pada mulanya, klien boleh jadi
mengharapkan terapis akan menyediakan jawaban-jawaban dan pengarahan atau
memandang terapis sebagai seorang ahli yang bisa menyediakan
pemecahan-pemecahan ajaib. Hal-hal yang mendorong klien untuk menjalani terapi
mungkin adalah perasaan tidak berdaya, tidak kuasa, dan tidak berkemampuan
untuk membuat keputusan-keputusan untuk mengarahkan hidupnya sendiri.
The Selfseperti yang dijelaskan di atas, yang merupakan teori kepribadian dari Carl Rogers adalah sebuah construct(bentuk)
yang menunjukan bagaimana setiap individu melihat dirinya sendiri. Self
merupakan satu-satunya struktur kepribadian yang sebenarnya. Konsep self
mencakup gambaran tentang siapa dirinya, siapa seharusnya dirinya, dan siapa
kemungkinan dirinya. Kesadaran memiliki konsep diri (self) kemudian
mengembangkan penerimaan positif. Dan ini menjadi dasar dari konsep aktualisasi
diri yang harus dicapai oleh klien.[5]
Maslow juga tokoh yang
penting dalam teori humanistik, akan tetapi dia bukan ahli terapi seperti
Rogers. Seperti Rogers Maslow juga mengembangkan teori motivasi manusia yang
terbagi menjadi tingkatan-tingkatan yang berakhir dengan sebuah aktualisasi
diri. Dimana tingkatannya adalah phsycological needs, safety, social, esteem
needs, intellectual needs, aesthetic needs, dan berakhir dengan self
actialization. Sama dengan tujuan teori Rogers yaitu utuk pemenuhan pribadi
dan mencapai potensi diri.[6]
C.
Ciri
Kepribadian Konselor
Dikutip dari Carlekhuff,
disebutkan sembilan (9) sifat kepribadian dalam diri konselor yang harus
dimiliki, yaitu:
1.
Empati
Adalah kemampuan seseorang untuk merasakan
secara tepat apa yang dirasakan dan dialami oleh orang lain dan
mengkomunikasikan persepsinnya.orang yang memiliki tingkat empati tinggi akan
menampakkan sifat bantuannya yang nyata dan berarti dalam hubungannya dengan
orang lain, sementara mereka yang rendah tingkat empatinnya menunjukan sifat
yang secara nyata dan berarti merusak hubungan antar pribadi.
2.
Respek
Respek menunjukan secara tidak langsung bahwa
konselor menghargai martabat dan nilai konseli sebagai manusia. Hal ini
mengandung arti juga bahwa konselor menerima kenyataan. Setiap konseli
mempunyai hak untuk memilih sendiri, memiliki kebebasa, kemauan dan mampu membuat keputusannya sendiri.
3.
Keaslian
(Genuiness)
Keaslian merupakan kemampuan konselor
menyatakan dirinnya sexcara bebas dan mendalam tanpa pura-pura, tidak bermain
peran dan tidak mempertahankan diri. Konselor yang demikian selalu tampak
keaslian pribadinnya, sehingga tidak ada pertentangan antara apa yang ia
katakan dan apa yang ia lakukan. Tingkah lakunnya sederhana, lugu dan wajar.
4.
Kekonkretan (Concreteness)
Kekonkretan menyatakan ekspresi yang khusus
mengenai perasaan dan pengalaman orang lain. Seorang konselor yang memiliki
kekonkretan tinggi selalu memelihara hubungan yang khusus dan selalu mencari
jawaban mengenai apa, mengapa, kapan, dimana dan bagaimana dari sesuatu yang ia
hadapi. Konselor yang memiliki kekonkretan selalu memelihara keserasian dalam
hubungan dengan orang lain dan mencegah konseli melarikan diri dari masalah
yang dihadapinnya.
5.
Konfrontasi (Confrontation)
Konfrontasi terjadi jika terdapat kesenjangan
antara apa yang diikatakan konseli dengan apa yang ia alami, atau antara yang
ia katakan pada suatu saat dengan apa yang ia katakan sebelum itu. Variabel ini
tidak dikontrol sepenuhnya oleh konselor, tetapi hal ini dapat dilaksanakan
jika konselor merasakan cocok untuk dikonfrontasikan. Dalam situasi konseling
umpannya terdapat banyak macam kemungkinan untuk dikonfrontasi.
6.
Membuka diri
(disclosure)
Membuka diri adalah penampilan perasaan, sikap,
pendapat, dan pengalaman-pengalaman pribadi konselor untuk kebaikan konseli.
Konselor mengungkapkan diri sendiri dan membagikan dirinnya kepada konseli
dengan mengungkapkan beberapa pengalaman yang berarti yang bersangkutan dengan
masalah konseli.
7.
Kesanggupan (Potency)
Kesanggupan dinyatakan sebagai kharisma,
sebagai suatu kekuatan yang dinamis dan magnetis dari kualitas pribadi
konselor. Konselor yang memiliki sifat potensi ini selalu menampakan
kekuatannya dalam penampilan pribadinya. Dia dengan jelas tampak menguasai
dirinya dan dia mampu menyalurkan kompetensinnya dan rasa aman kepada konseli.
8.
Kesiapan (Immediacy)
Kesiapan adalah sesuatu yang berhubungan dengan
perasaan diantara konseli dengan konselor pada waktu kini dan disini. Tingkat
kesiapan yang tinggi terdapat pada diskusi analisis yang terbuka mengenai
hubungan antar pribadi yang terjadi antara konselor dengan konseli dalam
situasi konseling. Hal ini sangat penting karena variabel ini menyediakan kesempatan
untuk menggerjakan berbagai masalah kesukaran konseli dalam proses hubungan
sehingga konseli dapat mengeambil manfaat atau keuntungan melalui pengalaman
ini. Konseli dapat belajar mengatur kembali hubungan antarpribadinya dan
menemukan dirinya sendiri bahwa situasi konseling memungkinkan ia mengadakan
konfrontasi, menunjukan dirinya sendiri, dan mengekspresikan perasaanya, baik
yang positif maupun negatif kepada orang lain dengan cukup aman. Dalam hal ini
konselor merasa terbuka dan dapat mendorong konseli untuk berani menghadapi
dirinya dan menunjukan dirinya secara bebas. Inilah yang menyebabkan konselor
cepat merasa puas.
9.
Aktualisasi
diri (SelfActualization)
Dalam penelitian yang sudah lalu, terbukti
bahwa aktulisasi diri memiliki korelasi (hubungan) yang tinggi terhadap
keberhasilan konseling. Aktualisasi diri dapat dipakai oleh konseli sebagai
model terutama bagi konseli yang meminta bantuan kepadannya. Aktualisasi diri
secara tak langsung menunjukan bahwa orang dapat hidup dan memenuhi kebutuhan
hidupnya secara langsung karena dia mempunyai kekuatan dalam dirinnya untuk
mencapai tujuan hidupnya. Mereka dapat mengungkapkan dirinnya secara bebas dan
terbuka. Konselor yang mampu mengaktualisasikan dirinnya memiliki kemampuan
mengadakan hubungan sosial yang hangat, intim, dan secara umum mereka sangat
efektif dalam hidupnya.
Dikutip dari Bailey, bahwa
seorang konselor/ pembimbing harus memiliki ciri-ciri diantaranya:
a.
Memiliki
sifat penting pendidik, yaitu ikhlas, adil, pengetahuan sosial, sehat jasmani
dan rohani
b.
Pengenalan
terhadap konseli dengan penuh pengertian dan kasih sayang
c.
Kestabilan
emosi
d.
Kemampuan
untuk berkomunikasi dengan orang dan menarik perhatian
e.
Luas
pengetahuan, bakat, dan pengenalan yang sehat dan penilaian yang tepat
Dari beberapa pendapat
para ahli dapat disimpulkan bahwa seorang konselor mempunyai ciri-ciri yang
terbagi menjadi ciri kepribadian dan ciri ciri sikap, yaitu:
1.
Ciri
kepribadian:
ü Kemampuan untuk bekerjasama dengan orang lain
ü Ramah, bersemangat, dan percaya akan kemampuan
untuk bertambah baik
ü Kemampuan untuk menanamkan kepercayaan pada orang
lain dan membuat hubungan baik
ü Penyesuaian dan kematangan jiwa
ü Mampu bertahan objektif dalam hubungan kemanusiaan
ü Penilaian dan pengukuran yang betul
ü Bersedia bekerja lebih daripada kewajiban
ü Penilaian dan pengukuran yang benar
ü Bersedia bekerja lebih daripada kewajiban
ü Mengerti berbagai persoalan dan ingin mengatasinya
ü Berkeinginan kuat untuk meningkat dalam pekerjaan
2.
Ciri sikap:
ü Kecondongan yang sungguh untuk mengatasi kesulitan
para remaja
ü Kemampuan untuk mencapai kepuasan karena menolong
orang mengatasi masalahnya
ü Penghormatan yang betul kepada orang dan bebas
dari kefanatikan (berpihak)
ü Mengakui adanya perbedaan individual dan
menerimanya, ingin memahami tingkah laku orang dan tidak menilainya
ü Kemampuan untuk memahami diri dan menerimanya
sehingga bebas dari keinginan untuk menimpakan perasaan kepada orang lain
ü Mengakui segi-segi kelemahan pada pengetahuan/
metode yang digunakan atau keadaan pekerjaan dan menerima kelemahan tersebut
ü Menerima klien untuk mendapatkan haknya untuk
membuat keputusan bagi dirinya
ü Memperhatikan masyarakat tempat ia hidup dengan
segala aturan sosial ekonominya serta kesukarannya
Sikap objektif yang matang
terhadap siswa dan guru, serta orang tua dan anggota masyarakat tempat ia hidup.
Dikutip dari http://ict.unimed.ac.id/upbk/konseling
D.
Respon
Konselor dan kaitannya dengan Aspek Pemikiran dan Aspek Perasaan
Sebuah konseling terdiri
antara konselor dan klien. Di sub bab dua telah dikemukakan bahwa yang sangat
berperan penting dalam sebuah konseling adalah seorang konselor. Seorang
konselor harus mempunyai syarat-syarat dan ciri-ciri sebagai konselor yang
berkualitas. Hal itu harus diusahakan untuk dipenuhi agar konseling tersebut
bisa berhasil. Berdasarkan ciri-ciri dari seorang konselor yang telah
disebutkan di sub bab ke tiga, yaitu seorang konselor harus memiliki rasa
empati. Rasa empati itu adalah konselor bisa merasakan apa yang dirasakan oleh
klien, memahami keadaan dirinya, serta masalah yang dihadapi oleh klien.[7]Dan
keberhasilan empatiadalah jika klien dapat memahami empati konselor, sehingga
dia percaya diri untuk mengembangkan diri dan memecahkan masalahnya tersebut.
Selain
empati yang harus dimiliki oleh seorang konselor adalah kemampuan intelektual.
Hal itu harus dimiliki karena untuk bisa memahami dan membantu penyelesaian
masalah dari seorang klien. Seorang konselor yang baik dengan kemampuan
intelektualnya bisa memahami tingkah laku manusia dan masalah-masalahnya, serta
dapat memadukan kejadian-kejadian sekarang dengan pengalaman-pengalamannya dan
latihan-konseli dan memberikan latihannya sebagai konselor pada masa lampau. Ia
harus bisa berfikir logis, kritis, dan mengearah ke tujuan, sehingga ia dapat
membantu konseli melihat tujuan, kejadian-kejadian sekarang dalam proporsi yang
sebenarnya, memberikan alternatif yang harus diprtimbangkan oleh konseli,
memberikan saran-saran jalan keluar yang bijaksana. Semua kecakapan yang harus
dimiliki seorang konselor di atas membutuhkan tingkat perkembangan intelektual
yang cukup baik.[8]
Jadi intinya menjadi
seorang konselor yang baik, yang harus membantu klien untuk menyelesaikan
masalahnya sendiri harus bisa memilki rasa empati untuk bisa merasakan apa yang
dirasakan klien, dan memiliki kemampuan berfikir yang baik, untuk bisa membantu
klien dalam mencari dan mendapatkan penyelesaian yang baik pula.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
A. Syarat – syarat pembimbing (konselor) di sekolah
Petugas dan
pembimbing di sekolah dipilih berdasarkan kualifikasi:
(1)
kepribadian
(2)
pendidikan
(3)
pengalaman
(4)
kemampuan
B. Hubungan yang saling menumbuhkan menurut Carl
Rogers
Dalam hubungan dengan konseling, hubungan yang
saling menumbuhkan menurut Carl Rogers
adalah pentingnya penerimaan tanpa syarat, penghargaan dan hubungan yang nyaman
antara konselor dan klien, hubungan dialogis yang memberdayakan klien untuk
mencapai aktualisasi diri. Jadi intinya adalah seorang konselor tersebut
membantu klien untuk melihat dirinya sendiri sebagai seorang yang mampu,
bernilai dan bisa mengarahkan dirinya sendiri dan memberikan semangat kepada
mereka untuk berbuat sesuai dengan persepsi dirinya tersebut.
C. Ciri – ciri Kepribadian Konselor
Carlekhuff menyebutkan
sembilan (9) sifat kepribadian dalam diri konselor yang dapat menumbuhkan orang
lain, yaitu:
1.
Empati
2.
Respek
3.
Keaslian
(Genuiness)
4.
Kekonkretan
(Concreteness)
5.
Konfrontasi
(Confrontation)
6.
Membuka diri
7.
Kesanggupan
(Potency)
8.
Kesiapan
(Immediacy)
9.
Aktualisasi
diri (Self Actualization)
D. Respon konselor dan kaitannya dengan aspek
pemikiran dan aspek perasaan
Menjadi seorang konselor yang baik, yang harus membantu klien untuk
menyelesaikan masalahnya sendiri harus bisa memilki rasa empati untuk bisa
merasakan apa yang dirasakan klien, dan memiliki kemampuan berfikir yang baik,
untuk bisa membantu klien dalam mencari dan mendapatkan penyelesaian yang baik
pula
DAFTAR
PUSTAKA
Alwisol.2009. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press.
Helen, Grahan. 2005. Psikologi
Humanistik. Yogyakarta : Pustaka belajar.
Ma’mur, Jamal. 2010. Panduan Efektif
Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jogjakarta: Diva Press
Jarvis, Matt. 2010. Teori-teoriPsikoligis:
Pendekatan Modern untuk Memahami Perilaku, Perasaan, dan Pikiran Manusia.
Bandung : Nusa media.
Schulz, Duane.
1991. Psikologi Pertumbuhan: Model-Model Kepribadian Sehat. Yogjakarta:
Kanisius.
Willis,Sofyan. 2007. Konseling Individual:
Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta
http://misk-in.blogspot.com
[1] Hikmawati, Fenti. 2011. Bimbingan Konseling. Jakarta: Raja Grafindo
Persada, hal: 53
[2] Schulz, duane. Psikologi pertumbuhan: model-model kepribadian sehat.
Jogjakarta kanisius 1991, hal : 63-66
[3]Helen, Grahan. Psikologi humanistik. Pustaka belajar. Yogyakarta. 2005,
hal : 91
[4]Sofyan willis, konseling individual, teori dan praktek. Bandung.
Alfabeta 2007, hal : 46-47
[5]Alwisol, (2009). Psikologi Kepribadian. UMM Press: Malang, hal: 35
[6]Matt jarvis. Teori-teori psikoligis: pendekatan modersn untuk memahami
perilaku, perasaan, dan pikiran manusia. Nusa media. Bndung. 2010, hal: 94-94
[7]Sofyan willis, konseling individual, teori dan praktek. Bandung.
Alfabeta 2007, hal 47
[8]Ma’mur, Jamal. 2010. Panduan Efektif Bimbingan dan Konseling di
Sekolah. Jogjakarta: Diva Press, hal 192
Tidak ada komentar:
Posting Komentar