Kamis, 31 Mei 2012

METODE PEMBELAJARAN BAHASA ARAB III


 METODE PEMBELAJARAN BAHASA ARAB III

3.  Thariqah Sam’iyah Safawiyah (Audio Lingual Method)
Metode ini sebagai respon bagi dua hal yang penting pada tahun 50-an dan 60-an, yaitu: 1) studi bahasa yang dilakukan oelh ahli jiwa dan ahli bahasa terhadap bahasa-bahasa lisan Hindia di Amerika Serikat, 2) perkembangan sarana komunikasi antar bangsa yang bisa mendekatkan jarak antara mereka dan adanya kenutuhan mempelajari bahasa asing tidak hanya digunakan untuk membaca tetapi untuk komunikasi langsing dengan mereka. Kedua hal ini mendorong untuk melihat kembali fungsi bahasa yang tidak hanya untuk komunikasi bahasa tulisan atau transfer budaya manusia, akan tetapi bahasa sebagai alat untuk merealisasikan komunikasi lisan. Secara berurutan orang belajar menyyimak dan berbicara dan berlanjut komunikasi tertulis (membaca dan menulis). Pandangan inilah kemudian melahirkan metode pembelajaran sam’iyah safawiyah (Audio Lingual Method).
Salah satu pendekatan pembelajaran bahasa Asing (termasuk bahasa Arab) seperti lazimnya pembelajaran bagi bahasa-bahasa yang lainnya meliputi (1) Mahaaraat al Istima (listening skills); (2) Al Mahaaraat al Kalaamiyah (speaking skills); (3) Mahaaraat al al Qiraa-ah (reading skills); (4) Al Mahaaraat al Kitaabah (writing skills). Ketrampilan menulis untuk tingkat pemula mestinya tidak diberikan secara bersamaan. Robert Lado, menganggap pembelajaran mendengar dan bercakap-cakap (nomor 1 dan 2) bagi para pemula justeru paling baik. Nasihat pakar bahasa tersebut menjelaskan pertama-tama ajarilah yang belajar itu bagaimana (cara) mendengar dan bercakap-cakap, setelah itu kemudian diajar bagaimana (cara) membaca dan menulis.
Metode As-samiyyah as-Syafawiyyah (dengar-ucap) menganggap dasar tersebut sebagai salah satu tulang punggung yang dijadikan sandaran di antara metode-metode ilmiah lainnya. Yang paling banyak memerankan bahasa adalah kata-kata, padanya terjelma segi pengucapan bahasa meliputi irama kata, intonasi, berhenti, disambung, dipanjangkan dan lain sebagainya dari kekhususan-kekhususan bunyi. Hal ini tentu saja tidak dimaksudkan untuk mengabaikan peranan kecakapan-kecakapan bahasa lainnya, namun hal tersebut diharapkan menyadarkan pada keharusan didahulukannya ketrampilan mendengar dan berbicara atas dua ketrampilan lainnya (membaca dan menulis), alasannya, dua ketrampilan terakhir itu mensyaratkan dikuasainya rumus-rumus tertentu sebelum mempelajari model-model bahasa lainnya
Ciri-ciri penggunaan Metode Sam’iyah Safawiyah, sebagai berikut:
a)     Metode ini berangkat dari gambaran bahwa bahasa adalah seperangkat simbol-simbol suara yang dikenal oleh anggota masyarakat untuk mengadakan komunikasi diantara mereka.
b)     Guru dalam mengajarkan ketrampilan bahasa mengikuti urutan asli pemerolehan bahasa pertama yaitu dari ketrampilan istima’, kalam, qiraah, kitabah.
c)     Metode ini didasarkan pada pandangan Ahli Antropologi Kebudayaan bahwasanya budaya bukanlah sekedar bentuk seni atau sastra, akan tetapi budaya merupakan gaya hidup yang melingkupi kehidupan suatu kelompok yang berbicara dengan bahasa mereka.
Kelebihan Metode Sam’iyah Safawiyah, adalah:
a)     Dapat diterapkan pada kelas-kelas mutawassith
b)     Memberi banyak latihan dan praktik dalam aspek ketrampilan menyimak dan berbicara
c)     Cocok bagi tingkatan linguistik para siswa
Kekurangan Metode Sam’iyah Safawiyah, adalah:
a)     Sangat membutuhkan guru yang trampil dan cekatan
b)     Ulangan sering kali membosankan serta menghambat pengujian kaidah-kaidah bahasa
c)     Kurang sekali memberi pelatihan ujaran/tuturan spontan

DAFTAR PUSTAKA
H. M. Abdul Hamid, M.A dkk, 2008, Pembelajaran Bahasa Arab, Pendekatan, Metode, Strategi, Materi dan Media, UIN-Malang Press, Malang.
Drs. H. Ahmad Izzan, M.Ag, 2009, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, Humaniora, Bandung.

Setrategi Pembelajaran Bahasa Arab (Qowaid)



Setrategi Pembelajaran Bahasa Arab (Qowaid) 

Salah satu unsur dalam bahasa arab yakni tarakib yang mana mengkaji tentang tata cara pembuatan struktur serta membaca sebuah kalimat dengan baik dan benar. Di dalam pembelajaran bahasa arab terdapat ilmu yang menkaji tentang itu semua yakni nahwu dan shorof. Disini kami menjelaskan tentang strategi pengajaran nahwu bagi non arab. Untuk dapat menentukan strategi yang baik dan tepat dapat di identifikasi melalui letak kesulitan dalam ilmu nahwu dan juga mengetahui manfaat setiap metode pengajarannya.
Pada umumnya banyak orang Islam yang non arab menyangka bahwa bahasa Arab itu disamakan dengan nawhu shorof, lalu mereka membayangkan bahwa kalau begitu belajar bahasa Arab itu sukar, sulit dan memusingkan otak.
Kesan bahwa arab itu sukar, sulit dan memusingkan kepala adalah banyak disebabkan dari kesalahan metode dalam mengajar. Sistem dan metode pengajaran lama, terlalu menitik beratkan dan mengutamakan nawhu shorof dari pada Ta’bir (percakapan), mutala’ah (membaca), dan imla’ (menulis). Sehingga seolah-olah menyamakan bahasa Arab itu dengan nahwu shorof itu sendiri. Dalam arti kata, jika seseorang telah mengetahui tata bahasa Arab, maka dengan sendirinya menguasai bahasa Arab. Padahal nawhu shorof itu baru merupakan satu bagian dari bahasa Arab, yang tidak mesti perlu dianggap sulit, apalagi ditakuti. Prinsip mengajarkan bahasa Arab hendaknya tidak menyulitkan. Akan tetapi buatlah anak-anak senang berbahasa Arab, jangan menyulitkan mereka.
“Mudahkanlah, dan jangan disulitkan mereka”
Kalau dalam bahasa Indonesia Qawaid/nawhu shorof itu searti dengan “Tatat Bahasa”, dan “Grammar” dalam bahasa Inggris. Oleh karena itu, agak aneh kalau pengajaran basha Arab ini mendahulukan shorof/qawaid daripada muhadasah, muthala’ah, imla’, yang seharusnya dapat diajarkan.
Banyak alasan mengapa orang-orang non Arab mempelajari bahasa Arab, menurut Thu’aimah. Beberapa alasan non Arab mempelajari bahasa Arab antara lain:
a) Motivasi agama terutama Islam karena bahasa kitab suci kaum muslimin berbahasa Arab menjadikan bahasa Arab harus dipelajari sebagai alat untuk memahami ajaran agama yang bersumber dari kitab suci al-Qur’an;
b) Orang non Arab akan merasa asing jika berkunjung ke Jazîrah Arabia yang biasanya menggunakan percakapan bahasa Arab baik ’âmiyah maupun fushah jika tidak menguasai bahasa Arab;
c) Banyak karya-karya para ulama klasik bahkan hingga yang berkembang dewasa ini, menggunakan bahasa Arab dalam kajian-kajian tentang agama dan kehidupan keberagamaan kaum muslimin di dunia. Sehingga itu, untuk menggali dan memahami hukum maupun ajaran-ajaran agama yang ada di buku-buku klasik maupun modern, mutlak mengguanakan bahasa Arab.
deskripsi macam-macam metode pembelajaran bahasa dalam pembelajaran nahwu mengikuti dua cara:
1.     Al-Qiyasiyyat
Cara mengajar dengan pendekatan ini  diawali oleh guru dengan menyebutkan kaidah nahwu yang ingin mengajarkan dengan memberi contoh-contoh pemberian contoh tersebut disesuaikan dengan topik/muatan materi dan tingkat kemampuan siswa cara seperti ini lebih dianjurkan pada siswa tingkat mutawashith dan mutaqaddim
2.     al-Istiqraiyyat
pada pembelajaran bahasa nahwu dengan pendekatan ini guru justru memulai pelajaran dengan menampilkan contoh-contoh pola kalimat terlebih dahulu guru mengiringi penjelasan dengan pengambilan kesimpulan kaidah yang terdapat dalam contoh-contoh tersebut. Cara ini lebih baik untuk diberikan pada siswa tingkat ibtida’iyh

Adapun Kesulitan dalam belajar nahwu:
Dalam hal gramatika, tentunya masing-masing bahasa memiliki kekhususannya. Kekhususan bahasa itu bukan suatu problem dalam mempelajarinya. Bahasa itu dimiliki oleh suatu bangsa yang di dalamnya juga ada masyarakat yang tidak cerdik, namun mereka bisa menggunakan bahasanya dengan baik, lancar, dan tidak mengalami problem. Fungsi gramatika suatu bahasa itu adalah sebagai ilmu tata bahasa. Demikian juga fungsi ilmu nahwu yang sering disebut sebagai qawa’id. Jadi pada dasarnya tidak ada problem dalam pembelajaran gramatika bahasa Arab sebagaimana gramatika yang ada dalam bahasa asing yang lain.
Dalam kasus tertentu kami memaklumi adanya problem khusus dalam pembelajaran gramatika (tarakib) bahasa Arab. Akan tetapi itu bukan karena keberadaan gramatika itu sendiri. Problem itu muncul karena missorientasi pembelajarannya (strategi pembelajaran)
1.     Ilmu nahwu itu sering dianggap sebagai alat untuk membaca kitab gundul. Ini suatu kekeliruan yang terlanjur dianggap sebagai kebiasaan. Kekeliruan inilah yang menyebabkan orientasi pembelajarannya melenceng sehingga dapat menyebabkan munculnya problem. Jadi problem pembelajaran ilmu nahwu itu muncul karena adanya kekeliruan dalam memfungsikannya, bukan karena ilmu nahwu itu sendiri.
2.     Kasus pembelajaran gramatika bahasa Arab sering berkaitan dengan masalah i’rab yang menjadi inti bahasannya. Kesulitan yang ada disebabkan konsep yang ada ternyata memang belum tuntas. Konsep i’rab yang selama ini dinyatakan sebagai “perubahan” atau “pengubahan” atau atsar atau suatu bayan tentang fungsi kata dalam sebuah kalimat, masih perlu ditinjau ulang, karena terdapat kekeliruan dalam konsep tentang i’rab yang tertera dalam buku-buku ilmu nahwu selama ini. Ini baru bisa dinyatakan sebagai problem, karena dalam materinya sendiri memang ada masalah yang menimbulkan perselisihan pendapat tentang i’rab itu sendiri. (Prof..Dr.H.Saidun Fiddaroini, M.A)
3.     Kesulitan-kesulitan dari segi pemahaman materi pembelajaran karena sedikitnya kesempatan mengajarkan sedangkan kesulitan yang dihadapi guru yaitu kurangnya minat siswa untuk belajar bahasa arab dan kesulitan siswa dalam membaca dan menulis arab karna sebagian qaidah bahasa arab tidak sama dengan bahasa indonesia
4.     kesulitan-kesulitan yang dihadapi murid karna tidak adanya latihan yang terus menerus dan sedikitnya kitab arab yang membantu siswa dalam memahami materi yang di ajarkan

Dalam membaca teks bahasa Arab, pembelajar harus memahami artinya terlebih dahulu. Dengan begitu pembelajar akan bisa membacanya dengan benar. Hal ini tidak lepas dari pengetahuan tentang ilmu nahwu dalam bahasa Arab yakni untuk memberikan pemahaman bagaimana cara membaca yang benar sesuai kaidah-kaidah bahasa Arab yang berlaku. Sebenarnya ilmu nahwu tidak hanya berkaitan dengan i`rab dan binâ’, melainkan juga penyusunan kalimat, sehingga kaidah-kaidahnya mencakup hal-hal selain i`rab dan binâ’ seperti al-muthâbaqah (kesesuaian) dan al-mauqi`iyyah (tata urut kata). Al-muthâbaqah (kesesuaian) yakni seperti kesesuaian mubtada’ dan khabar, sifat dan mausûf, persesuaian dari segi jenis kelamin yakni mudzakar dan muannats, segi jumlah yakni mufrad, mutsanna dan jama` dan segi ma`rifat dan nakirah. Contoh:
1) Mubtada’ dan Khabar
التلميذ مجتهد - التلميذة مجتهدة - التلميذان مجتهدان - التلاميذ مجتهدون
2) Shifah dan Maushûf
عندي بيت جديد – عندي سيارة جديدة – اشتريت كتبا قيمة – قرأت الكتب القيمة

Sedangkan al-mauqi’iyyah seperti fi’il harus terletak di depan atau mendahului fâ’il dan khabar haruslah terletak sesudah mubtada’ kecuali apabila khabar itu zharaf atau jar majrûr, maka boleh atau wajib mendahului mubtada’. Jadi, tata kalimat merupakan sesuatu yang tidak mudah dipahami oleh pembelajar non Arab. Aturan gramatika bahasa Arab sangat komplek, penuh dengan kandungan filosofis yang memerlukan perhatian yang mendalam dalam setiap struktur bahasanya. (Rusydi ahmad thu’aimah)
Jenjang Pengajaran Qowaid (Morfem) Dalam pengajaran Qowaid, baik Qowaid Nahwu maupun Qowaid Sharaf juga harus mempertimbangkan kegunaannya dalam percakapan/keseharian. Dalam pengajaran Qawaid Nahwu misalnya, harus diawali dengan materi tentang kalimat sempurna (Jumlah Mufiidah), namun rincian materi penyajian harus dengan cara mengajarkan tentang isim, fi’il, dan huruf.
Startegi pengajaranna nahwu untuk memudahkan dan manfaatnya
STRATEGI
Langkah-langkah
MANFAAT

(شرح القواعد)
Deduktif
1.Memberikan contoh-contoh sebelum memberikan kaidah gramatika, karena contoh yang baik akan menjelaskan gramatika secara mendalam daripada gramatika saja.
2.Jangan memberikan contoh hanya satu kalimat saja, tetapi harus terdiri dari beberapa contoh dengan perbedaan dan persamaan teks untuk dijadikan analisa perbandingan bagi peserta didik.
3.Mulailah contoh-contoh dengan sesuatu yang ada di dalam ruangan kelas/media yang telah ada dan memungkinkan menggunakannya.
4.Mulailah contoh-contoh tersebut dengan menggunakan kata kerja yang bisa secara langsung dengan menggunakan gerakan anggota tubuh.
5.Ketika mengajarkan kata sifat hendaknya menyebutkan kata-kata yang paling banyak digunakan dan lengkap dengan pasangannya. Misalnya hitam-putih, bundar-persegi.
6.Ketika mengajarkan huruf jar dan maknanya, sebaiknya dipilih huruf jar yang paling banyak digunakan dan dimasukkan langsung ke dalam kalimat yang paling sederhana. Contoh Jumlah ismiyyah: الكتاب في الصندوق, Contoh jumlah fi’iliyah : خرج الطاب من الفصل
7.Hendaknya tidak memberikan contoh-contoh yang membuat peserta didik harus meraba-raba karena tidak sesuai dengan kondisi pikiran mereka.
8.Peserta didik diberikan motivasi yang cukup untuk berekspresi melalui tulisan, lisan bahkan mungkin ekspresi wajah, agar meraka merasa terlibat langsung dengan proses pengajaran yang berlangsung.

Siswa lebih memhami kaidah tata bahasa nahwu secara menyeluruh yang terdapat dalam sebuah kalimat
Mind Mapping
1. Proses belajar dilakukan secara interaktif. Dengan mengaktifkan tiga alat sensor utama yaitu pendengaran, penglihatan, dan gerakan anggota tubuh maka proses pembelajaran akan lebih mudah dan tidak membosankan. Gerakan tubuh dilakukan dengan cara membuka tombol-tombol yang ada, dan anda akan menemukan hubungan antara satu tombol dengan tombol yang lain.
2. Sistematika pembahasan. Sistematika pembahasan diawali dari yang paling mudah dulu dan diusahakan tidak ada tumpang tindih pembahasan, maksudnya materi yang belum perlu dibahas tidak dibahas kecuali sedikit, apabila terpaksa harus dibahas, dan tidak ada penekanan.
3. Menggunakan bahasa yang mudah dipahami. Penggunaan istilah-istilah dalam Tata Bahasa Arabditulis dengan tulisan latin agar tidak terkesan rumit.
4. Menggunakan peta pikiran. Penggunaan peta pikiran akan lebih mudah memberikan gambaran global tentang apa saja yang akan dibahas dan memudahkan dalam memahami hubungan antara satu bab dengan bab lainnya. Penggunaan peta pikiran juga akan memudahkan dalam menghafal materi.
1. Siswa lebih sistematis dalam berfikir.
2.Mempermudah siswa dalam teori pengajaran nahwu

Daftar Pustaka
كامل محمود.2003.طريقة تدريس اللغة العربية لغير الناطقين بها.إسيسكو
شوقي الدكتور. 1119 .الدراسة النحوية.مكتبة الدراسات الادبية.دار المعارف 

STRATEGI PEMBELAJARAN TARKIB (SHARF)

Strategi Pembelajaran Tarkib (sharf)

Tarkib adalah aturan-aturan yang mengatur penggunaan bahasa arab yang digunakan sebagai media untuk memahami kalimat. Adapun sharf  membicarakan perubahan bentuk suatu kata kerja dari bentuk masa lalu (past), masa sekarang dan masa yang akan datang (present), bentuk perintah, perubahan bentuk kata kerja ke kata benda turunan, dan juga perubahan bentuk kata kerja sesuai pelaku dari perbuatan tersebut.
A.    Model Pembelajaran Tarkib
1.      Model qiyasi (deduktif) yaitu memulai dengan kaidah baru kemudian memberi contoh-contoh
2.      Model istiqraiy (induktif) yaitu yang dimulai dengan contoh-contoh yang baru, kemudian siswa diminta untuk memberi kesimpilan kaidahnya
3.      Model al-mu’dilah (an-Nash Al-Araby) yaitu metode pembelajaran nahwu menggunakan metode yang bersambung tidak terpisah
B.     Strategi Pembelajaran Tarakib
1.      Strategi pembelajaran tarakib pada tingkat dasar (Mubtadi’)
Menggunakan pendekatan kerja antara dua orang yang biasa disebut dengan the power of two.
a.      Siapkan kertas latihan, model yang digunakan dapat berupa bacaan yang didalamnya terdapat kata-kata yang ingin dipelajari
b.      Mintalah masing-masing siswa untuk mengerjakan kalimat tersebut
c.      Mintalah siswa untuk berkelempok dua-dua dan mendiskusikan hasil kerja masing-masing
d.      Mintala pada masing-masing kelompok untuk menyampaikan hasil kerja mereka.
e.      Berikan kesempatan kepada kelompok lain untuk memberikan komentar atau pertanyaan
f.       Berikan klarifikasi terhadap hasil kerja kelompok tersebut agar tidak terjadi kesalahan
2.      Strtegi pembelajaran tarakib pada tingkat menengah (Mutawassit)
Pada tingkat menengah ini dapat menggunakan small group presentation, strategi ini
dapat digunakan untuk mengerjakan kowaid.
1.      Siapkan kertas yang berisi potongan(potongan kata)
2.      Bagilah siswa pada kelompok-kelompok kecil (2-3 orang)
3.      Mintalah masing-masing kelompok untuk menuliskan kalimat yang disusun dari kata-kata tersebut
4.      Mintalah masing-masing kelompok untuk menyampaikan hasilnya di depan kelas
5.      Berikan kesempatan pada kelompok lain untuk memberikan komentar atau pertanyaan
6.      Berikan klarifikasi terhadap kerja kelompok tesebut dengan memberikan tambahan penjelasan tentang struktur kalimat yang telah mereka pelajari.
C.     Strategi pembelajaran tarakib pada tingkat lanjut (Mutaqaddim)
Strategi pembelajaran tarakib pada tingkat lanjut dapat menggunakan strategi yang disebut dengan chart short.
1.      Siapkan kertas yang telah dituliskan dengan kalimat dengan struktur yang berbeda-beda
2.      Bagikan kartu tersebut kepada para siswa secara acak
3.      Mintalah masing-masing siswa berkelompok sesuai dengan kategori kalimat yang ada dalam kartu masing-masing
4.      Mintalah masing-masing siswa kelompok menuliskan kalimat-kalimat yang serupa tersebut dalam kertas maupun dalam bentuk file
5.      Mintalah masing-masing kelompok menyampaikan hasilnya (presentasi) di depan kelas
6.      Berikan kesempatan kelompok lain untuk memberikan komentar atau pertanyaan
7.      Berikan klarifikasi secara menyeluruh dari hasil kerja kelompok tersebut